Kamis, 29 September 2016

LP & ASKEP JIWA HALUSINASI



LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI


A.    Pengertian

     Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan dan Saddock, 1998). Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik.


    

     Jenis halusinasi ada 2 (dua) yaitu:

1). Halusinasi non patologis

     Menurut NAMI (National Alliance for Mentally Ill). Halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (halosinogenik) halusinasi ini antara lain:

a.  Halusinasi hipnogonik   :    persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.

b.  Halusinasi hipnopomik :    persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat seseorang terjatuh bangun.

2)  Halusinasi patologis

a.  Halusinasi pendengaran (Auditory)

     Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berbeda dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b.  Halusinasi penglihatan (Visual)

     Klien melihat gambar yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.

c.  Halusinasi penciuman (Olfactory)

     Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.

d.  Halusinasi pengecap (Gustatory)

     Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan makanan yang tidak enak.

e.  Halusinasi peradaban (Taktil)

     Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.



B.    ETIOLOGI

     Menurut Rawlin, et all, (1998) etiologi halusinasi dilihat dari 5 (lima) dimensi yaitu:

1.  Dimensi fisik

     Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi pendengaran, halusinasi dapat ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan sehingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama.

2.  Dimensi intelektual

     Halusinasi terjadi sebagai usaha untuk merubah realita yang ada, yang bertujuan untuk melindungi integritas dirinya dan adanya fungsi ego untuk mengadakan kontak yang realita.

3.  Dimensi emosional

     Terjadinya halusinasi karena adanya perasaaan cemas yang berlebihan yang tidak dapat diatasi dan sebagai hal yang menakutkan sehingga menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan.

4.  Dimensi sosial

     Halusinasi dapat terjadi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri, harga diri maupun interaksi social dalam dunia nyata, sehingga klien cenderung menarik diri dan hanya tertuju pada dirinya sendiri.

5.  Dimensi spiritual

     Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk social, mengalami ketidakharmonisan berinteraksi, penurunan kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk menghadapi keadaan sekitarnya. Akibatnya saat halusinasi menguasai dirinya, klien akan kehilangan control terhadap kehidupannya.



Menurut Stuart dan Sudden, 1998, terjadinya halusinasi dapat disebabkan sebagai berikut :

1.  Teori psikoanalisa

     Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangasangan dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

2.  Teori biokimia

     Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neuro kimia cepat bufatamin dan dimetyl tramsferasia.



C.    RENTANG RESPON MASALAH

Respon adaptif 

Respon mal adaptif
Pikiran logis
Pikiran kadang menyimpang
Kelainan pikiran/delusi halusinasi
Emosi konsisten dengan pengalaman
Emosi berlebihan/kurang
Ketidakmampuan untuk Mengalami emosi
Perilaku sesuai
Perilaku tidak lazim
Perilaku tidak terorganisasi.
Hubungan social harmonis.
Menarik diri.
Isolasi social.



D.   PROSES TIMBULNYA MASALAH

Menurut Depkes, 2000, halusinasi terjadi dalam beberapa fase:

1.  Fase pertama comforting (menyenangkan)

2.  Fase kedua condemning (menyarankan)

3.  Fase ketiga controlling (mengendalikan)

4.  Fase keempat conquering (menakutkan)



E.    POHON MASALAH




            
               

                                                                                             

F.  MASALAH KEPARAWATAN

1.  Resiko tinggi perilaku kekerasan, menciderai diri sendiri dan orang lain.

Ds : klien mengatakan mendengar suara negative tentang orang lain, ancaman atau ejekan.

Do : mudah tersinggung, jengkel, marah, ekspresi wajah tegang,, memukul atau menyakiti orang lain, merusak lingkungan sekitar.

2.  Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

     Ds : klien menyatukan mendengar suatu, melihat benda atau sesuatu mengecap rasa sesuatu atau mencium bau yang tak nyata.

     Do : klien berbicara curiga, tersenyum dan bermusuhan, berbicara kalau kadang-kadang tidak masuk akal.

            Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tak nyata.

3.  Defisit perawatan diri

     Ds :    klien menyatakan malas untuk beraktivitas seperti mandi, makan, ganti baju dan lain-lain.

     Do :    pakaian tidak rapi, pakaian kotor,

              rambut kusut, kotor, berbau tidak sedap,

              PH yang kurang,

              menolak untuk makan.

4.  Intoleransi aktivitas

     Ds :    klien menolak beraktivitas

     Do :    Pasif

              Tidak menyadari/menghindar dari kegiatan yang ada dan

              tidak peduli dengan aktivitas sehari-hari.

5.  Perubahan pola tidur

     Ds :    klien mengatakan tidak bisa tidur takut diganggu suara-suara dan mimpi yang menakutkan.

     Do :    klien tampak mengantuk

              Gelisah

              Malam hari tidak dapat tidur

              Daerah sekitar mata kehitaman

              Mata sayu atau sulit untuk berkonsentrasi

6.  Menarik diri

     Ds :    klien hanya menjawab “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.

     Do :    menghindar dari orang lain

              Kontak mata kurang : sering menunduk

              Posisi tidur seperti janin

              Sulit diajak komunikasi.

7.  Harga diri rendah

     Ds :    klien mengatakan merasa malu, tidak dapat berbuat sesuatu, mengatakan tidak berharga, menyalahkan diri sendiri, menilai negative pada diri sendiri.

     Do :    tidak ada kontak mata

              Sering menyendiri

              Menghindari orang lain.



G.  DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.  Resiko tinggi perilaku kekerasan = menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d halusinasi.

2.  Perubahan persepsi sensori = halusinasi b/d menarik diri.

3.  Kerusakan interaksi social = menarik diri b/d HDR.

4.  Perubahan persepsi sensori = halusinasi b/d penatalaksanaan regimen “terapeutik” tidak efektif.

5.  Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif b/d koping keluarga tidak afektif.



H.  RENCANA KEPERAWATAN

     Diagnosa         :    Resiko tinggi perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d halusinasi.

     Tujuan umum   :    Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

     Tujuan khusus  :    a.  klien dapat membina hubungan saling percaya.

                               b.  klien dapat mengenal halusinasinya.

                               c.  klien dapat mengontrol halusinasinya.

                               d.  klien dapat memanfaaatkan obat dengan baik.

                               e.  klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

     INTERVENSI

TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya.

1). Bina hubungan saling percaya

          Salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic yang akan dibicarakan, waktu bicara dan tujuan bicara).



          2). Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

          3). Dengarkan ungkapan klien dengan empati.



TUK 2 klien dapat mengenal halusinasinya

1). Lakukan kontak sering dan singkat (agar klien tidak selalu sering kontak dengan halulsinasinya).

          2). Observasi klien terkait dengan halusinasinya, berbicara, tertawa tanpa adanya stimulus memandang ke kiri/ke kanan/depan seolah-olah ada teman sedang berbicara.

          3). Bantu klien untuk mengenali halusinasinya.

-    Saat klien halusinasinya adakah suara yang didengar, adakah yang dilihat, bila ada apa yang didengar, apa yang dilihat dan lain-lain.

-    Katakan pada klien bahwa klien melihat atau mendengar, namun perawat tidak melihat atau mendengar dengan nada bersahabat tanpa menuduh (menghakimi).

-    Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.

-    Katakana bahwa perawat akan membantu klien.

          4). Diskusikan dengan klien

-    Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

-    Waktu frekuensi dari halusinasi (pagi, siang, sore, malam, saat mandi, makan, tidur, jengkel atau sedih, stress, menyendiri).

TUK 3 klien dapat mengontrol halusinasinya.

1).           Identifikasi bersama klien tindakan apa yang bisa dilakukan bila sedang berhalusinasi.

2). Beri pujian terhadap ungkapan klien tentang tindakannya.

3). Diskusikan cara memutus halusinasi (mengusir, beraktivitas atau berinteraksi dengan orang lain, mendekatkan diri pada pencipta, minum obat teratur).

4). Dorong klien untuk menyebutkan kembali cara memutus halusinasi.

5). Beri pujian atas upaya klien menjawab.

6). Dorong klien untuk memilih tindakan yang akan dilakukan.

7). Dorong klien mengikuti TAK.

8). Beri pujian bila mampu melakukan.

TUK 4 klien dapat memanfaaatkan obat dengan baik.

                                  e 1).   Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi dan manfaat obat.

2). Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat, merasakan manfaatnya.

3). Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.

4). Diskusikan akibat obat tanpa konsultasi (minum obat bebas).

5). Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara dan waktu).

6). Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi dan manfaat obat.

TUK 5      .         klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.



1). Bina hubungan saling percaya terus dengan keluarga.

2). Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi/tindakan yang dilakukan dalam merawat klien.

3). Berikan pujian terhadap tindakan yang positif.

4). Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan gejala serta perawatan di rumah.

5). Anjurkan keluarga cara mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah.










DAFTAR PUSTAKA



Keliat, BA., dkk, (1999), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.



Kaplan dan Saddack, (1997), Sinopsis Psikiatrik : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Edisi I, Alih Bahasa : Dr. Wijaya Kesuma, Bina Rupa Aksara, Jakarta.



Stuart dan Sudden, (1998), Principle and Practice of Psychiatric Nursing, 6th edition, CV. Mosby Company, USA.LP & ASKEP HALUSINASI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar